Menuju Indonesia Emas atau Indonesia Cemas?


Indonesia Emas atau Indonesia Cemas

apasebab.com Sepanjang 2024 kemarin, banyak sekali peristiwa di Indonesia yang membuat cemas, overthinking, prihatin, marah, dan frustrasi.

Menutup mata dari hal-hal negatif bukanlah hal yang bijaksana, karena malah akan membuat semua yang negatif itu menjadi semakin tak berkesudahan.

Berhenti mengikuti info terkini sering menjadi pilihan agar pikiran tak terus teracuni berita negatif. Nggak apa-apa sih kalau cuma satu-dua orang. Tapi kalau semua orang melakukannya?

Duh, bisa-bisa makin merajalela tuh semua kemungkaran karena tidak ada kontrol dari masyarakat.


Kilas Balik Peristiwa

Secara garis besar, berikut ini beberapa peristiwa negatif yang membuat banyak orang merasa cemas, marah, frustrasi, dan putus asa.

1. Korupsi, Kolusi, Nepotisme

Tahun 1998, masalah KKN alias korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi isu utama yang diangkat oleh mahasiswa dalam demo besar.

Setelah 26 tahun, ketiga hal tersebut masih marak terjadi di semua tingkatan. Bukan hanya di tingkat elite, tetapi juga ada di tingkat bawah.

Tilep-tilep uang. Titip-titip kerabat dan teman dekat. Senggol sana-senggol sini untuk menggolkan suatu tujuan, untuk memuluskan suatu rencana.

Baca Juga: 3 KKN Fenomenal di Indonesia

2. No Viral No Justice

Istilah “no viral no justice” kian banyak digunakan. Pasalnya, banyak kasus baru ditangani setelah viral di media massa.

Sebut saja di antaranya: kasus Vina Cirebon (yang belum juga selesai tetapi sekarang sudah tenggelam lagi), kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak pemilik toko roti, dan kasus meninggalnya dr. Aulia Risma.

Belajar dari situ, banyak yang mencoba memviralkan kasus yang terjadi agar dapat segera ditangani oleh aparat.

3. Penegakan Hukum

No viral no justice
Penegakan hukum yang kerap mengecewakan.

Pada tahun 2024 beberapa peristiwa penegakan hukum mencabik-cabik rasa keadilan. Dua di antaranya, kasus Ronald Tanur dan Harvey Moeis.

Ronald menganiaya kekasihnya dengan sadis hingga tewas. Banyak bukti yang menguatkane . Namun, di persidangan Ronald divonis bebas.

Vonis itu memancing kehebohan di masyarakat (dan warganet). Bagaimana mungkin dengan bukti sejelas itu Ronald bisa divonis bebas?

Kejaksaan Agung pun tak tinggal diam. Kasus itu dibawa ke Mahkamah Agung yang kemudian menjatuhkan vonis 5 tahun penjara. Selain itu, tiga hakim dan pengacara Ronald ditangkap dengan tuduhan menerima dan memberi suap.

Kasus kedua masih jadi perbincangan panas. Harvey Moeis yang merugikan negara sebesar Rp300 triliun dijatuhi hukuman penjara selama 6,5 tahun, denda Rp1 miliar, dan mengganti kerugian negara sebesar Rp210 miliar. Alasan hakim, Harvey (yang adalah suami dari artis Sandra Dewi) bersikap sopan dan memiliki keluarga.

Vonis itu memancing kemarahan publik. Tak sedikit yang membandingkan dengan kasus Nenek Asyani yang mengambil 7 batang kayu jati di lahan Perhutani. Pada tahun 2015 nenek itu dijatuhi hukuman penjara 1 tahun dan denda Rp500 juta.

4. Pajak dan Pungutan

Keuangan sulit hanya dirasakan oleh masyarakat menengah ke bawah. Kalangan elite berpenghasilan puluhan hingga ratusan juta per bulan mana paham rasanya membeli telur ayam yang retak semata-mata agar mendapat harga murah.

Seolah belum cukup sulit, PPN pun ikut naik. Yang semula 11% menjadi 12%. Memang tidak semua barang terkena kenaikan PPN. Namun, efek domino akan membuat kenaikan itu terasa di semua bidang. Oh, jangan lupakan pula Tapera dan kenaikan iuran BPJS.

Masyarakat marah. Korupsi merajalela dan belum terlihat keseriusan untuk memberantasnya. Nepotisme menggila. Tunjangan para elite politik mencapai dua hingga tiga digit. Buruknya layanan publik. Eh, rakyat malah dibenani dengan berbagai pungutan. Bagaimana tidak marah? 

5. Dunia Pendidikan

Pendidikan karakter
Sebuah ruang kelas yang tak layak pakai.

Dunia pendidikan sedang tidak baik-baik saja. Banyak sekali kejadian yang membuat orang terperangah.

Mulai dari 30 siswa di sebuah SMP yang belum bisa membaca, gaji guru honorer yang hanya Rp250 ribu per bulan, senioritas dan bullying (yang bahkan sampai merenggut nyawa), tindakan asusila guru dan siswa, siswa dan mahasiswa yang bunuh diri, hingga kasus uang palsu di kampus UIN Alaudin Makassar.

Astagfirullah. Akan seperti apa masa depan negeri ini?

Baca Juga: Kenapa Kuliah di Luar Negeri?


Indonesia Emas vs Indonesia Cemas

Tahun 2045 yang katanya akan menjadi tahun Indonesia Emas, dikhawatirkan berubah menjadi Indonesia Cemas.

Bagaimana tidak cemas jika melihat kasus-kasus yang terjadi? Yang di atas itu cuma sebagian kecil. Di internet kita dapat dengan mudah menemukan jejak digital kasus-kasus lainnya.

Mereka yang terlibat kasus itu pun lintas generasi. Dari generasi baby boomer, generasi X, generasi Y alias milenial, generasi Z, hingga generasi Alpha.

Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah-sekolah pun terasa menjadi sebuah ironi.

Pada intinya, pendidikan karakter adalah usaha untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik kepada siswa.

Menurut Kemdikbud RI, ada 18 karakter yang dikembangkan dalam pendidikan ini, di antaranya adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, dan demokratis.

Sayangnya, dalam kehidupan nyata, mereka terpaksa melihat contoh buruk dari generasi atas yang seharusnya menjadi teladan dan pengayom.

Nilai-nilai jujur, disiplin, religius, toleransi, dan seterusnya termentahkan lagi oleh banyaknya korupsi, pungli, nepotisme, intoleransi, pelecehan, dan sebagainya.

Di media sosial, tak sedikit orang tua dan guru menangis dan berteriak frustrasi. Susah-payah mengajarkan karakter-karakter baik itu pada anak-anak, tetapi contoh yang diberikan oleh para petinggi negeri justru kebalikannya.

Apakah ini adalah hari kebalikan?

Penutup

Meski kadang terasa seperti melukis di atas es batu, masih ada orang tua dan guru yang tekun menanamkan karakter baik pada generasi muda. Seperti yang dilakukan Okti Li, blogger yang kerap menulis tentang pendidikan karakter dan pengasuhan anak.

Semoga orang tua dan guru seperti itu, juga kita, dapat menjadi pengawal pendidikan karakter bangsa ini. Bukan karena mengejar nilai dan prestasi, melainkan karena tanggung jawab sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah sebagai khalifah di muka Bumi.

4 komentar

  1. Di tengah banyaknya peristiwa-peristiwa yang miris di tengah-tengah kehidupan kita saat ini, termasuk dunia pendidikan yang saya berada di dalamnya, memang sangat mengkhawatirkan. Tetapi mudah-mudahan goal Indonesia Emas akan tetap diikhtiarkan secara maksimal sehingga dapat terealisasi suatu saat nanti

    BalasHapus
  2. Di berita dikatakan pajak PPN 12 persen dibatalkan
    Emang kalau dibatalkan gitu harga sembako yg Udha naik bisa turun seketika juga?
    Terus pengeluaran bukan kemarin yg udah dengan harganaik emang bisa dibalikin?

    Kebijakan yg konyol emang petinggi di negara wakanda itu...

    BalasHapus
  3. Pengennya Indonesia emas, tapi berita akhir-akhir ini sering bikin masyarakat cemas ya, huhu. Kenapa sih orang-orang kok nggak bisa berbuat baik di jalan yang benar aja. Yang menurut kita udah enak hidupnya secara finansial, malah kurang puas dengan korupsi, menyakiti orang lain, dll.

    BalasHapus
  4. Buka medsos seperti cari penyakit sendiri karena ketemunya sama berita-berita yang tidak menyenangkan. Sedih rasanya melihat konfisi negara kita akhir-akhir ini. Tapi kalau tidak baca berita serasa di dalam gua...

    BalasHapus

Komentar dimoderasi dulu, ya. Terima kasih.

Hijab for Sisters